SAJAK – SAJAK PELARIAN WIJI THUKUL

Image

kumpulan sajak ini adalah karya Wiji Thukul saat ia dalam pelarian. sajak ini saya salin dari buku kecil “kumpulan sajak Wiji Thukul” yang diterbitkan oleh majalah tempo edisi khusus: tragedi mei 1998 – 2013.

sajak ini saya publikasikan untuk mengenang Wiji Thukul yang selama ini talah memberikan inspirasi dan semangat dari sajak – sajaknya. bahwa hanya satu untuk menghadapi kelaliman penguasa: lawan!

Para Jendral Marah – Marah

pagi itu kemarahannya disiarkan oleh televisi. tapi aku tidur. istriku yang menonton. istriku kaget, sebab seorang letnan jendral menyeret – nyeret namaku. dengan tergopoh – gopoh selimutku ditarik – tariknya, dengan mata masih lengket aku berftanya: mengapa? hanya beberapa patah kata yang keluar dari mulutnya: “namamu ditelevisi…” kalimat itu terus dia ulang seperti otomatis.

aku tidur lagi dan ketika bangun wajah jendral itu sudah lenyap dari televisi. karena acara sudaqh diganti.

aku lalu mandi. aku hanya ganti baju. celananya tidak. aku memang lebih sering ganti baju ketimbang celana.

setelah menjemur handuk lalu aku ke dapur. seperti biasa mertuaku yang setahun lalu ditinggal mati suaminya itu, telah meletakkan gelas berisi teh manis. seperti biasa ia meletakkan di sudut meja kayu panjang itu, dalam posisi gampang diambil. istriku sudah mandi pula. ketika berpaapsan denganku kalimat itu kembali muncul.

“namamu di televisi…” ternyata istriku jauh lebih cepat mengendus bagaimana kekejaman manusia itu daripada aku.

Buat L. Ch & A.B

darahku mengalir hangat lagi

setelah puluhan jam sendi – sendi tulangku beku

kurang gerak

badanku panas lagi

setelah nasi sepiring sambel kecap dan telur goreng tandas bersama tegukkan air dari bibir gelas keramik yang kau ulurkan dengan senyum manismu

kebisuan berhari – hari kita pecahkan pagi itu dengan salam tangan pertanyaan dan kabar – kabar hangat

pagi itu

budimu menjadi api

tapi aku harus pergi lagi

mungkin tahun depan

atau entah kapan

akan kuketuk lagi

daun pintumu

bukan sebagai buron

Kado Untuk Pengantin Baru

pengantin baru

ini ada kado untukmu

seorang penyair

yang diburu – buru

maaf aku mengganggu

malam bulan madumu

aku minta kamar satu

untuk membaringkan badanku

pengantin baru

ini datang lagi untukmu

seorang penyair

yang dikejar – kejar serdadu

memang tak ada kenikmatan

di negeri tanpa kemerdekaan

selamanya tak akan ada kemerdekaan

jika berbeda pendapat menjadi hantu

pengantin baru

ini ada kado untukmu

seorang penyair

yang dikejar – kejar serdadu

Pepatah Buron

penindasan adalah guru paling jujur bagi yang mengalami

lihatlah tindakan penguasa

bukan retorika bukan pidatonya

kawan sejati adalah kawan yang masih berani tertawa bersama walau dalam kepungan bahaya

Bagi Siapa Kalian Memetik Panenan

pagi dingin

udara masih mengandung embun

bukit – bukit di kejauhan

disaput arak – arakan halimun

matahari terbit sempurna bulat merah setampah di langit

batang – batang pohon besar dan cabang – cabangnya seperti ratusan penari yang mengangkat tangannya tinggi – tinggi

kususuri keheningan ini sendiri

jilatan matahari

segarnya udara pagi

alangkah indah negeri ini

andai lepas dari masa ganas tirani

Wani, Bapakmu Harus Pergi

Wani,

bapakmu harus pergi

kalau teman – temanmu tanya

kenapa bapakmu dicari – cari polisi

jawab saja: “karena bapakku orang pemberani”

kalu nanti ibu didatnagi polisi lagi

menangislah sekuatmu

biar tetangga kanan kiri datang

dan mengira ada pencuri masuk rumah kita

Aku Diburu Pemerintahku Sendiri

aku diburu pemerintahku sendiri

layaknya aku ini penderita penyakit berbahaya

aku sekarang buron

tapi jadi buron pemerintah yang lalim

bukanlah cacat

pun seandainya aku dijebloskan ke dalam penjaranya

aku sekarang terlentang

dibelakang bak truk yang melaju kencang

berbantal tas dan berpunggung tangan

kuhisap dalam – dalam segarnya udara malam

langit amat jernih oleh jutaan bintang

sungguh

baru malam ini begitu merdeka paru – paruku

malam sangat jernih

sejernih pikiranku

walau penguasa hendak mengeruhkan

tapi siap mampu mengusik ketenangan bintang – bintang?

Kekuasaan yang Sewenang – wenang

kekuasaan yang sewenang – wenang

membuat rakyat selalu berjaga – jaga

dan tak bisa tidur tenang

sampai mereka sendiri lupa batas usianya tiba

dan dalam diamnya

rakyat ternyata bekerja

meniapkan liang kuburnya

lalu mereka bersorak

ini kami siapkan untukmu tiran!

penguasa yang lalim

ketika nanti tak ditangisi rakyatnya

sungguh memilukan

kematian yang disyukuri dengan tepuk tangan

Ujung Rambut Ujung Kuku

ujung rambt ujung kuku

gendang telinga

dan selaput bola mataku

tidak mungkin lupakan kamu

bilur dipunggung

nyeri ditulang

berhari – hari

darah dihelai rambut ujung kuku

gendang telinga

dan selaput bola mataku

telah mengotori namamu

nyeri ditulang

berhari – hari

bilur dipunggung

karena sabetan

telah mencoreng namamu

kau tak akan bisa mencuci namamu

sekalipun 1000 mobil pemadam kebakaran kau kerahkan

kau tak akan bnisa mencuci tanganmu

sekalipun 1000 pengeras suara melipatgandakan pidatomu

suara rakyat adalah suara Tuhan

dan kalian tak bisa membungkam Tuhan

sekalipun kalian memiliki 1.000.000 gudang peluru

Apa Penguasa Kira

Apa penguasa kira rakyat hidup di hari ini saja

Apa penguasa kira ingatan bisa dikubur dan dibendung dengan moncong tank

Apa penguasa kira selamanya ia berkuasa

Tidak!

Tuntutan kita akan lebih panjang umur ketimbang usia penguasa

Derita rakyat selalu lebih tua walau penguasa baru naik mengganti penguasa lama

Umur derita rakyat panjangnya sepanjang umur peradaban

Umur penguasa mana pernah melibihi tuanya umur batu akik

Yang dimuntahkan ledakan gunung berapi?

Ingatan rakyat serupa bangunan candi

Kekejaman penguasa setiap jaman terbaca di setiap sudut dan sisi yang menjulang tinggi

Ketika Datang Malam

Ketika dating malam aku menjadi gelap

Ketika pagi dating aku menjadi terang

Aku rakyatmu hidup di delapan penjuru

Kau tak bisa menangkapku karena kau tak mengenalku

Kau tak bisa mendengarkan aku karena kau terus berbicara

Berbicara dan berbicara dengan mulut senapan

Pembantaian pembantaian dan pembantaian

Mayat – mayat bergelimpangan

Mayat – mayat disembunyikan

Kau tak bisa menguburkan aku

Kau tak bisa menyembuhkan lukaku

Karena kau tak kenal aku

karena ka uterus berbicara

Berbicara dan berbicara dengan tembakan dan ancaman dan penjara

Habis Cemasku

habis cemasku kau gilas

habis takutku kau tindas

kini padaku tinggsal tenaga mendidih!

segala telah kau rampas

kau paksa aku tetap bodoh miskin dan nelan ampas

kini pada tinggal tenaga mengepal – ngepal di jalan – jalan

habis cemasku kau gilas

habis takutku kau tindas

aku masih tetap waras!

Jakarta Simpang Siur

Jakarta simpang siur

ormas –ormas tiarap tiap dengar berita pasti ada aktivis ditangkap

telepon – telepon disadap

Koran – Koran disumbat

rakyat was – was dan pengap

diam – diam orang cari informasi

dari radio luar negeri

janganb percaya

pada berita mass media cetak dan elektronika asing!

penguasa berteriak – teriak setiap hari

Nasionalismenya mirip Nazi

Diruang Ini yang Bernafas Cuma Aku

diruang ini yang bernafas cuma aku cicak dan serangga

air rutin menetes dari kran ke bak mandi

semakin dekat aku dengan detak jantungku

dingin ubin, lubang kunci, pintu tertutup, kurang cahaya kini bagian hidupku tiap hari

disini bergema puisi di antara garis lurus tembok

lengkung meja kursi

dan rumah sepi

puisi yang ditajamkan pukulan dan aniaya

tangan besi penguasa

Bernafas Panjanglah

bernafas panjanglah

jangan ditelan takut

bernafas panjanglah

jangan dimakan takut

bernafas panjanglah

jangan berlarut – larut

bernafas panjanglah

jangan surut

bernafas panjanglah walau gelap

bernafas panjanglah walau pengap

bernafas panjanglah kau, bernafas panjanglah para korban

bernafas panjanglah aku

bernafas panjanglah kalian

bernafas panjanglah semua

bernafas panjanglah melihat tank – tank dikerahkan

bernafas panjanglah melihat tentara mondar – mandir berselendang M-16

bernafas panjanglah mendengar aktivis ditangkapi

bernafas panjanglah para kambing hitam yang diadili

bernafas panjanglah dengan pemutar-balikan ini

mereka ingin sejarah dibaca bersih

bagaimana mungkin

jika mereka menulis dengan sobekan daging

laras senapan dan kubangan darah

baca kembali semuanya dan bernafas panjanglah

bernafas panjanglah akal

bernafas panjanglah hati

bangun

dan bernafas panjanglah!

Ayo Kita Tebakan!

ayo kita tebakan!

dia raja

tapi tanpa mahkota

punya pabrik punya istana

coba tebak siapa dia?

dia adalah aku!

dia kaya

keluarganya punya saham dimana – mana

tapi negaranya ranking tiga paling korup di dunia

coba tebak siapa dia?

dia adalah aku!

dia tua

tapi ingin tetap berkuasa

tak boleh ada calon lain selain dia

kalau marah mengerahkan angkatan bersenjata

rakyat kecil yang tak bersalah ditembak jidatnya

coba tebak siapa dia?

dia adalah aku!

dia sakti

tapi pasti mati

meski seakan tak bisa mati

coba tebak siapa dia?

dia adalah aku

siap aku?

aku adalah dictator

yang tak bisa tidur nyenyak

Hujan Malam Ini Turun

hujan mala mini turun untuk melindungiku

intel – intel yang bergaji kecil pasti jengkel dengan yang memerintahmu

hujan malam ini turun untuk melindungiku

agar aku bisa istirahat

agar tenagaku pulih setelah berhari – hari lelah

agar aku tetap segar dan menang

hujan mala mini turun untuk melindungiku

bunyi kodok dan desir angin membikin pelupuk mataku membesar

aku ngantuk dan ingin tidur

biarlah para serdadu di ibu kota berjaga – jaga dengan senapan M-16nya

biarlah penguasa sibuk sendiri dengan ketakutannya

karena telah mereka taruh sendiri bom waktu dimana – mana

mereka menciptakan musuh dan menembaknya sendiri

hujan mala mini turun untuk melindungiku

malam yang gelap ini untukku

malam yang gelap ini selimutku

selamat tidur tanah airku

selamt tidur anak – istriku

saatnya akan tiba

akan tiba

bagi merdeka

untuk semua

Bulan Agustus Sudah Tiba

bulan agustus sudah tiba

penduduk ramai – ramai pasang bendera

tapi aku hanya lihat yang diseberang rumah saja

kuintip dari lubang kunci

sebab aku dikejar – kejar penguasa

sudah puluhan hari aku tidak melihat angkasa

kehidupan disekelilingku kusimak dari detak – deru tawanya

aku tak bisa lihat wujud dan wajahnya

aku ditahan bukan dipenjara

aku disel bukan dibui

sebab kehidupan sehari – hari adalah penjara nnyata rakyat negeri ini

Sebuah Bank

sebuah bank

memasang iklan

ukuran setengah halaman Koran, teriaknya:

Dirgahayu republic Indonesia 51 th

dengan huruf capital

iklan itu juga memekik – mekik

MERDEKA MERDEKA MERDEKA

sementara itu ratusan aktivis di daerah dan ibu kota ditangkapi

sebuah iklan

ukuran setengah halamn Koran

menggusur kenyataan yang sewenang – wenang

yang seharusnya diberitakan

MERDEKA MERDEKA MERDEKA

siapa yang merdeka?

Di Atas Rumah Ada Burung

di atas rumah ada burung

ku tahu dari kicauannya

diluar rumah ada orang

kutangkap lagi dari cakap

dan langkah kakinya

ini rumah biasa

tak beda penjara

tadi pagi kubaca di Koran

kabar penangkapan – penangkapan

tapi sore ini

ku dengar dijalan

orang latihan baris – berbaris

untuk merayakan hari kemerdekaan

Nonsyop 24 Jam

nonstop 24 jam

yang berkuasa disini adalah cahaya

saban pagi ia membuat garis – garis lurus

disekitar jendela

gambar motif gorden tampak jelas coklat hitam dan putihnya

lalu pada sore hari

ia mengubah warna langit – langit

sudut – sudut tembok

bidang ubin dan susunan benda – benda yang ada di dalamnya

dan bila malam tiba

tapak kakiku diberinya mata

demikian pula punggung tangan dan jari – jarinya

saat aku terbaring

serasa yang ada

Cuma desir angin

detak jantung

tulang – tulang

dan hembusan nafasku saja

tapi aku harus pergi

dari kesunyian ini

sebelum penguasa merenggut aku dan damai ini

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.